Bảng xếp hạng - Liga 1, Indonesia 2024/2025, Indonesia
Liga Bola Basket Indonesia (bahasa Inggris: Indonesian Basketball League, disingkat IBL) adalah liga bola basket tertinggi yang dikelola secara profesional di Indonesia yang diatur oleh Perbasi dan diikuti oleh 14 klub peserta dari seluruh Indonesia.
Liga ini dimulai pada tahun 2003 dengan nama Indonesian Basketball League (IBL). Setelah berakhirnya kontrak Perbasi dengan PT Deteksi Basket Lintas (DBL) pada tahun 2015 dilanjutkan kesepakatan kontrak yang baru dengan Starting 5, nama kompetisi ini kembali menjadi Indonesian Basketball League dan menggunakan format pertandingan yang baru. Ketika menjadi IBL kembali, kompetisi hanya digelar di enam kota besar di Jawa, dengan jumlah pertandingan yang lebih sedikit.[1] Dan pada tahun 2023 Prawira Bandung atau Garuda Bandung berhasil juara Indonesia Basketball League setelah mengalahkan Pelita Jaya Bakrie Jakarta.[1]
Sejarah Liga Bola Basket Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah Perbasi dan olah raga Bola basket di tanah air. Penyebaran bola basket dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia Timur menjadi salah satu asal muasal penyebaran olahraga ini di tanah air. Tahun 1920-an, beberapa perantau dari China masuk ke Indonesia dan membawa permainan bola basket yang sudah lebih dari dua dasawarsa berkembang di negaranya. Mereka kemudian membentuk kelompok sendiri serta mendirikan sekolah termasuk bola basket, sehingga olahraga ini menjadi berkembang pesat dalam komunitasnya. Hal ini dikarenakan olah raga ini menjadi olah raga wajib, serta memang selalu tersedia lapangan basket di sekolah-sekolah tersebut.[2]
Sejak tahun 1930-an beberapa perkumpulan basket mulai muncul di beberapa kota-kota besar Indonesia, seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Medan. Tahun 1930, beberapa nama perkumpulan bola basket di Semarang antara lain Chinese English School, Tionghwa Hwee, Fe Leon Ti Yu Hui, dan Pheng Yu Hui (Sahabat). Klub Sahabat adalah asal klub dari Sony Hendrawan (Liem Tjien Sion), salah satu legenda basket Indonesia.[2]
Walaupun belum memiliki induk olahraga nasional, pada saat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional pertama yang diadakan di Solo pada tahun 1948, bola basket telah menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dan mendapat sambutan cukup meriah baik dari segi peserta maupun penonton. Pada saat itu, basketnya masih terbatas pada tim putra yang paling kuat dari setiap Karesidenan dan juga perkumpulan-perkumpulan dengan pemain pribumi seperti PORI Solo, PORI Yogyakarta dan Akademi Olahraga Sarangan.[2]
Pada PON II, cabang olah raga ini mulai dimainkan untuk putra dan putri, dan tim yang dikirimkan sudah mewakili provinsi seperti, Jawa Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera Utara. Di tahun itu juga, Maladi meminta Tony Wen dan Wim Latumeten untuk membentuk organisasi Bola Basket Indonesia, dimana saat itu Maladi menjabat juga sebagai sekretaris Komite Olimpiade Indonesia (KOI).[2]
Atas prakarsa tersebut terbentuklah Persatuan Basketball Seluruh Indonesia pada 23 Oktober 1951. Di tahun 1955, nama tersebut disesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia disesuaikan menjadi Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi), dengan Tony Wen sebagai ketua dan Wim Latumeten sebagai sekretaris. Pada awalnya perkumpulan basket Tionghoa tak mau bergabung karena sudah memiliki induk organisasinya sendiri. Akhirnya Perbasi mengadakan Konferensi Bola Basket di Bandung dengan dihadiri utusan dari Yogyakarta, Semarang, Jakarta dan Bandung, dengan keputusan penting yang menyatakan bahwa hanya Perbasi satu-satunya induk organisasi olahraga bola basket di Indonesia, sehingga tidak diakuinya lagi perkumpulan-perkumpulan basket Tionghoa.[2]
Pada tahun 1953, Perbasi resmi menjadi anggota FIBA dan pada tahun 1954 tim basket kita tampil pertama kalinya pada Pesta Olahraga Asia 1954, di Manila, Filipina.[2]
Mengikuti hasil keputusan Kongres ke VIII pada tahun 1981, Perbasi akhirnya menyelenggarakan sebuah kompetisi antar klub-klub basket di Indonesia yang merupakan kompetisi tertinggi yang diikuti oleh klub-klub besar yang berasal dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Tanggal 3 April 1982 dilakukan Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) untuk pertama kalinya. Kompetisi pada hari pertama hanya berupa pertandingan antara klub Rajawali Jakarta menghadapi Semangat Sinar Surya Yogyakarta. Dimana kompetisi ini menjadi langkah awal klub-klub papan atas di Indonesia. Indonesia Muda Jakarta mencatatkan diri sebagai klub pertama yang meraih gelar bergengsi Juara Kobatama, dengan rival utama Halim Kediri.[3]
Kobatama sebagai kompetisi bola basket amatir bergulir selama 20 tahun dan tetap berlangsung hingga berhenti pada 2010. Tahun 2003, kompetisi profesional Indonesian Basketball League (IBL) diselenggarakan dan diikuti oleh 10 tim papan atas di Indonesia.
IBL dibentuk untuk pertama kalinya pada tahun 2003 oleh Perbasi.[4]
Aspac Jakarta berhasil menjadi peraih gelar juara yang pertama pada 2003. Pada tahun 2004, Satria Muda muncul sebagai kekuatan baru menyingkirkan Aspac pada grand final dan tampil menjadi juara. Aspac kembali merebut gelar kampiun pada tahun 2005. Tahun-tahun selanjutnya (2006-2009) menjadi milik Satria Muda Jakarta.
Selain kompetisi reguler tahunan, IBL juga menggelar Turnamen IBL Cup pada setiap awal atau akhir musim kompetisi. Pada tahun 2009 lalu, Satria Muda Jakarta mengalahkan Pelita Jaya Jakarta di final yang diadakan di GOR C-Tra Arena Bandung. Pada tahun 2008, Garuda Bandung berhasil mencuri gelar juara Turnamen IBL Cup yang sebelumnya, pada tahun 2006 dan 2007 juga menjadi milik Satria Muda.
Sayang, perkembangan IBL tidak berjalan sesuai harapan. Setelah berkali-kali ganti promotor, liga itu terancam bubar di penghujung 2009. Seluruh perwakilan klub peserta pun meminta kepada PT DBL Indonesia untuk tampil sebagai pengelola. Sebelumnya, DBL Indonesia dianggap sukses mengelola Development Basketball League (DBL), liga basket pelajar terbesar di Indonesia, yang pada 2010 telah merambah 21 kota di Indonesia, diikuti sekitar 25.000 pemain dan ofisial.
Untuk mengembalikan lagi pamor liga profesional ini, re-branding tak terelakkan. Mulai 2010, IBL berubah nama menjadi National Basketball League (NBL) Indonesia. Sejumlah perubahan pun dilakukan, mencoba meningkatkan lagi jumlah pertandingan, mendekatkan lagi liga ini dengan penggemarnya. Dengan NBL, Indonesia pun punya harapan baru, semangat baru.
Tahun 2021, IBL fase pertama, diadakan Robinson Resort, Cisarua, Bogor pada 10 Maret hingga 10 April dengan menerapkan sistem gelembung (bubble) dan tanpa penonton. Selama kurun waktu tersebut, seluruh atlet, ofisial, serta panitia, tidak berinteraksi dengan orang luar agar mencegah penyebaran virus Corona.[5]
Selepas NBL, Perbasi menunjuk operator Starting Five untuk mengelola kompetisi basket tertinggi di Indonesia. Pada 2015 IBL muncul kembali dengan yang menghadirkan persaingan panas antar tim terbaik di Indonesia. CLS Knights Surabaya menjadi juara IBL Reborn edisi pertama.
Dari 2015, IBL berhasil menyita perhatian publik. Persaingan serta animo yang tinggi dari tahun ke tahun membuat sponsor mau bergabung.
Tercatat ada dua sponsor utama yang pernah mendukung IBL yakni Pertamina dan GOJEK. Bahkan, IBL pernah membuat kompetisi pramusim bertajuk GOJEK IBL 3x3 pada 2019 yang diikuti klub profesional dan amatir.
CLS Knights Surabaya Pemegang Takhta Pertama IBL Reborn setelah mengalahkan Pelita Jaya Energi Mega Persada dengan skor 2-1.
Kemenangan CLS Knights Surabaya dipastikan di Britama Arena, Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (29/5/2016). Kala itu, Mario Wuysang dkk. menutup laga dengan skor 67-61.
CLS mencetak sejarah dengan menjadi tim ketiga yang menjuarai kompetisi bola basket profesional tertinggi di Indonesia setelah Satria Muda dan Aspac sejak pertama kali diputar pada 2003. Tim asal Surabaya itu juga memutus penantian selama tujuh dekade sejak pertama kali berdiri pada 1946. Prestasi terbaik CLS sebelumnya adalah menjadi runner-up pada musim 2010/11.
Setelah kalah dari CLS Knights Surabaya di final IBL 2016, Pelita Jaya Energi Mega Persada tak putus asa. Mereka bangkit dan kembali masuk ke final di musim berikutnya.
Kala itu, lawan Pelita Jaya Energi Mega Persada adalah Satria Muda pertamina Jakarta lewat pertandingan tiga gim. Pelita Jaya Energi Mega Persada menguburu Satria Muda Pertamina Jakrta di markas mereka di Britama Arena, dengan skor 72-62, Minggu (9/5).
Kemenangan Pelita Jaya Energi Mega Persada tak lepas dari peran Daniel Wenas di partai final. Daniel 72-62.
Balas dendam manis juga terjadi pada final IBL 2018. Sekarang, giliran Satria Muda Pertamina Jakarta yang mengangkat trofi setelah mengalahkan Pelita Jaya lewat drama tiga gim.
Satria Muda memenangi gim pertama (73-63) dan gim terakhir (69-64). Namun, mereka takluk dari Pelita Jaya pada gim kedua dengan skor 78-94.
Pada musim ini, Satria Muda Pertamina Jakarta diperkuat Jamarr Johnson dan Dior Lowhorn.
Stapac Jakarta menjadi kampiun IBL 2018-2019 setelah menekuk Staria Muda. Di laga kedua final yang berlangsung di GOR C'Tra Arena, Bandung, Sabtu (23/3), Stapac menang 74-56.
Hasil itu melengkapi kemenangan 79-68 yang diraih Stapac di laga pertama dan memenangi rangkaian partai final dengan skor 2-0. Tim yang kini dibesut Ziedrius Gibenas itu mempersembahkan trofi gelar juara ke-13 sepanjang sejarah Stapac sejak pertama kali mengikuti Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) 1988 silam, saat masih mengusung nama Asaba Jakarta.
Di sisi lain, hasil itu juga memperbaiki rekor pertemuan Stapac dengan Satria Muda di partai final liga basket yakni membukukan empat kemenangan dari sembilan edisi. Di IBL 2020, Pandemi Covid-19 memaksa kompetisi berhenti dipertengahan jalan. Seluruh klub sepakat bahwasanya juara ditiadakan pada musim tersebut.
Pada tahun 2023, Prawira Harum Bandung berhasil meraih gelar juara Indonesia Basketball League setelah mengalahkan Pelita Jaya Bakrie Jakarta.[6]
Pada 2017, IBL membuat regulasi di mana setiap tim boleh menggunakan pemain asing. Namun, ada syarat yang harus diikuti seperti salary cap dan batas tinggi pemain.
Di musim perdana pemain asing bermain, Gary Jacobs Jr yang kala itu bermain di NSH Jakarta keluar sebagai penggawa impor terbaik. Adapun di 2021, IBL memutuskan tak memakai pemain asing karena situasi pandemi Covid-19. Dan pada tahun 2022 IBL kembali mulai memberlakukan pemain asing sampai sekarang.
Kepemimpinan IBL berpindah dari Hasan Gozali ke Junas Miradiarsyah sebagai Direktur Utama lewat Rapat Umum Pemegang Saham PT Bola Basket Indonesia pada 24 Juli 2019.
Perlahan, IBL mulai dilirik sebagai tontonan olahraga di Indonesia. Terbukti dengan habisnya tiket hampir setiap seri di kota-kota penyelenggaraan Indonesia Basketball League (IBL) Pertamax 2020 di GOR. Sajian pertandingan pun semakin kompetitif, ditandai dengan cukup seringnya terjadi pertandingan dengan overtime dan para tim saling mengalahkan.
Louvre Dewa United Surabaya menjadi peserta anyar yang mulai berkompetisi pada IBL 2020. Sementara di IBL 2021, liga basket tertinggi Tanah Air ini mendapat tambahan dua klub lagi yakni West Bandits Solo dan Bali United. Adapun sebaran kota semakin luas karena NSH melakukan merger dengan Mountain Gold Timika, menjadi tim profesional pertama dari asal Papua. Dengan demikian, peserta IBL kini melebar tidak hanya di pulau Jawa.
Situasi pandemi Covid-19 menjadikan inovasi penyelenggaraan kompetisi berlangsung dengan sistem bubble, pada 10 Maret hingga 10 April.
IBL 2021 diikuti 12 peserta, termasuk Indonesia Patriots. Keikutsertaan tim nasional muda ditujukan untuk meningkatkan jam terbang seiring dengan persiapan menuju penyelenggaraan kejuaraan bola basket dunia di Indonesia tahun 2023.
Dengan sistem gelembung dan tanpa penonton di lapangan, IBL 2021 tetap berlangsung seru karena penggemar bisa tetap terlibat lewat virtual cheers di setiap pertandingan.
Meski tak bisa nonton langsung ke stadion, antusiasme penggemar basket juga tak berkurang pada IBL Pertamax 2021. Jumlah penonton streaming membludak hingga lebih dari 30 ribu secara langsung dan secara rata-rata penonton meningkat hingga 4-5 lipat dibandingan musim sebelumnya.
Bolabasket menorehkan sejarah melalui IBL sebagai liga olahraga nasional pertama yang mampu berjalan dengan baik di tengah pandemi. Tidak hanya itu, konsep penyelenggaraan yang sukses hingga akhir tanpa paparan virus corona di gelembung IBL dan menjadi konsep percontohan bagi penyelenggaraan olahraga lain.
Video assistant referee
Video assistant referee (VAR) was introduced to Liga 1 at the championship series in the 2023–24 season.[49]
Forty-two clubs have played in the top-flight Indonesian football competitions from the start of the modern era in 2008 as Indonesia Super League, up to and including the 2024–25 season.
The following 18 clubs will compete in the Liga 1 during the 2024–25 season.
Locations of non-Java and Madura-based 2024–25 Liga 1 teams
Locations of Java and Madura-based 2024–25 Liga 1 teams
The following clubs competed in the Liga 1 or the top flight Premier Division before 2008, but are not competing in the 2024–25 season.
Season-by-season records
Titles won by club (%)
Persipura – 5 (16.9%)
Bali United – 2 (8.3%)
Bandung Raya – 1 (4.1%)
Petrokimia Putra – 1 (4.1%)
Bhayangkara – 1 (4.1%)
Links to related articles
All-time Liga 1 table
The All-time Liga 1 table is an overall record of all match results, points, and goals of every team that has played in Liga 1 since its inception in 2008. The table is accurate as of the end of the 2023–24 season. The 2014 season used a two-region format and the 2023–24 season used two phases, therefore as per statistical convention in football, matches decided in extra time are counted as wins and losses, while matches decided by penalty shoot-outs are counted as draws.[50][51] This all-time table also includes the abandoned 2015 and 2020 season.
League or status at 2024–25:
Liga 1's policy on foreign players has changed multiple times since its inception.
Government intervention and FIFA suspension
The impact of split haunted Indonesian football years after the reconsolidation. On 18 April 2015, Minister of Youth and Sports Affairs Imam Nahrawi officially banned the activities of PSSI after PSSI refused to recognize the recommendations from the Indonesian Professional Sports Agency (Badan Olahraga Profesional Indonesia; BOPI), an agency under the ministry, that Arema Cronus and Persebaya should not pass ISL verification because there were still other clubs using the same name. Previously, Nachrawi had sent three letters of reprimand. However, PSSI refused to answer his call until a predetermined deadline.[22][23] As a result, PSSI officially stopped all competitions in 2015 season after PSSI's Executive Committee meeting on 2 May 2015 called the government intervention as a force majeure.[24]
The government intervention also led FIFA to punish Indonesia with a one-year suspension of all association football activities as the world body considered overbearing state involvement in footballing matters as a violation against its member PSSI.[25] During the suspension, some tournaments were made to fill the vacuum,[26] starting with the 2015 Indonesia President's Cup, in which Persib came out as champions,[27] until the Bhayangkara Cup closed the series of unrecognized tournaments.[28]
On 13 May 2016, FIFA officially ended the suspension, following the revocation of the Indonesian ministerial decision on 10 May 2016.[29][30] A long-term tournament with full competition format, Indonesia Soccer Championship, emerged shortly thereafter.[31][32] The 2016 season saw Persipura take the title.[33]
In 2017, the top-flight football competition was rebranded under a new official name, Liga 1. The name changes also applied to Premier Division (became Liga 2) and Liga Nusantara (became Liga 3).[3] The operator of the competition was also changed from PT Liga Indonesia (LI) to PT Liga Indonesia Baru (LIB).[34] Bhayangkara was the first champion of the competition under the new name in the 2017 season. True to the controversial nature of Indonesian football, the crowning triggered flak from fans. Bhayangkara, a team managed by the Indonesian Police that had no fanbase, won due to head-to-head advantage against Bali United, a team with rapidly growing support due to its modern professional management, after both teams had the same points at the end of the season.[35] Bali United finally won the title in 2019,[36][37] the year after Persija.[38]
The 2020 season was canceled as the COVID-19 pandemic began to hit Indonesia.[39][40] The 2021–22 season used the bubble-to-bubble system so that it would not become a new cluster for the spread of COVID-19.[41] The 2022–23 season was marred by the Kanjuruhan Stadium disaster[42] and finished without relegation.[43] The 2023–24 season introduced the championship play-off after the regular season.[44] The 2024–25 season sees at least one team represent each island.[45]
There are 18 clubs in Liga 1. During the course of a season, the teams play each other twice (a double round-robin system), once at their home stadium and once at that of their opponents', for 34 games. Teams receive three points for a win, one point for a draw, and no points for a loss. Teams are ranked by total points, then head-to-head records, then goal difference, and then goals scored. If still equal, the fair play points and then drawing of lots determine the winner.[46]
A system of promotion and relegation exists between Liga 1 and Liga 2. The three lowest placed teams in Liga 1 are relegated to Liga 2,[46] and the group winners from the championship round in Liga 2 are promoted to Liga 1, with an additional team promoted after a play-off involving the group runners-up from the championship round.[47] The Indonesian Super League had 22 teams in 2014 due to the merging of the two professional leagues in Indonesia.[48]
Belanja di App banyak untungnya:
Top Indonesian association football league
Liga 1 (English: League 1), also known as BRI Liga 1 for sponsorship reasons with Bank Rakyat Indonesia, is the men's top professional football division of the Indonesian football league system. Administered by the PT Liga Indonesia Baru (lit. 'New Indonesian League, LLC'), Liga 1 is contested by 18 clubs and operates on a system of promotion and relegation with Liga 2.
Top-flight professional league in Indonesia started from the 2008–09 season onwards, initially under the name Indonesia Super League until 2015.[3] Before PSSI formed and organized the Indonesian Super League as the first professional football league in Indonesia, the previous top-level competition title in Indonesia was the Liga Indonesia Premier Division from 1994–95 to 2007–08.[4] Prior to the 2008 reforms, the national competitions used a tournament format.[5] Liga 1, which started in 2017, is the most recent rebranding of the league.[3]
Forty-two teams have competed in the top-tier league of Indonesian football since the start of the modern era in 2008 as the Indonesia Super League. Eight teams have been crowned champions, with Persipura Jayapura winning the title three times (2009, 2011, 2013), the most among the teams.[6]
In 1994, PSSI merged the existing Perserikatan and Galatama to form Liga Indonesia. This decision was taken to increase the quality of Indonesian football. In order to do so, PSSI sought to combine supporter's fanaticism from Perserikatan and Galatama's professionalism. The Premier Division was the first-tier in Liga Indonesia. The system stayed put until 2007.[7]
In 2008, PSSI formed the Indonesia Super League (ISL), the first fully professional league in Indonesia, as the new top-tier of Indonesian football. The Premier Division was then being relegated to the second-tier.[7]
The modern competition era started in 2008 with the 2008–09 Indonesia Super League. The first season began with 18 clubs. The first Indonesia Super League goal was scored by Ernest Jeremiah of Persipura in a 2–2 draw against Sriwijaya F.C.[8] The 18 inaugural members of the new Indonesia Super League were Persipura, Persiwa, Persib, Persik, Sriwijaya, Persela, Persija, PSM, Pelita Jaya, Arema, Persijap, Persiba, PKT Bontang, Persitara, PSMS, Deltras, Persita, and PSIS. Originally, Persiter and Persmin qualified to register but they failed the verification requirements to be inaugural members of the Indonesia Super League.[9]
As the football scene in Indonesia was heavily politicized with rival factions upending each other, conflict was the norm prior to 2017. The worst conflict occurred in 2011. After the inauguration of the new PSSI board in 2011, a member of PSSI's Executive Committee and chairman of its Competition Committee, Sihar Sitorus, appointed PT Liga Prima Indonesia Sportindo as the new league operator replacing PT Liga Indonesia because LI failed to provide an accountability report to the PSSI. Sitorus, one of many politicians in the PSSI, announced the Indonesia Premier League as the new top-level competition in Indonesia. Upon the emergence of Liga Primer Indonesia (LPI), PSSI did not recognize the validity of ISL. ISL regulars PSM, Persema, and Persibo, which had boycotted the ISL operators due to referee and management decisions, gladly defected to join LPI along with splinters of existing ISL teams.[10] However, the 2011 LPI season was stopped mid-season, due to continued schism within PSSI; a new league, Indonesian Premier League (Liga Prima Indonesia, IPL) replaced it in late 2011 for the 2011–12 season.[11][12]
Before the schism of PSSI, Sitorus triggered more controversy when he said the new competition would be divided into two regions and there would be an addition of six clubs in the top division, which angered many association members.[13] Thus, 14 teams that were supposed to be Indonesia Premier League contestants chose to support the Indonesia Super League that continued to roll under the support of the pro-IPL faction, despite being labeled as an illegal competition.[14] The official PSSI, supported by FIFA and AFC, did not recognize the ISL for two seasons.[15] In the meantime, the Indonesian Premier League became the top-tier league from 2011 to 2013 with only 11 teams.[11][16]
In a PSSI extraordinary meeting on 17 March 2013, association members slammed Sitorus and decided that the Indonesia Super League would once again emerge as the top-level competition, following the disbandment of the Indonesian Premier League.[17] Sitorus and five other PSSI board members were suspended from the sport for their roles in the split (locally referred to as dualisme, lit. 'dualism') that disrupted Indonesian football.[18]
The new PSSI board also decided that the best seven teams of the 2013 Indonesian Premier League, following verification, would join the unified league.[19] Semen Padang, Persiba Bantul, Persijap, and PSM passed verification, while Perseman, Persepar, and Pro Duta did not, meaning the 2014 season was contested with 22 teams.[20][21]